Kumpulan Cerita Rakyat Asal Usul



Asal Usul Magelang

Dahulu kala, Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Panembahan Senopati merupakan sebuah kerajaan yang besar dan berjaya. Ketika Panembahan Senopati ingin memperluas daerahnya, ia meminta pendapat kepada Ki Gede Pemanahan.
Lalu, mereka sepakat untuk membuka hutan di Kedu. Hutan tersebut angker dan hampir tidak pernah dijamah manusia. Menurut masyarakat, hutan tersebut dikuasai oleh kerajaan jin dengan rajanya bernama Jin Sepanjang. Untuk menaklukkan Jin Sepanjang, ditunjuklah Pangeran Purbaya sebagai Senopati perang.
Pangeran Purbaya dan tentara Kerajaan Mataram menggunakan pusaka untuk membuka hutan tersebut. Ketika hutan telah terbuka, terjadilah pertempuran hebat antara tentara Kerajaan Mataram di bawah pimpinan Pangeran Purbaya dan tentara kerajaan Jin. Kerajaan jin berhasil dipukul mundur. Namun, Raja Jin Sepanjang berhasil melarikan diri. Raja Jin Sepanjang berniat membalas kekalahannya pada kemudian hari.
Sementara itu, hutan Kedu telah diubah menjadi sebuah desa yang berkembang dan memiliki pemandangan indah. Di desa tersebut hidup sepasang suami istri, yaitu Kyai Keramat dan istrinya Nyai Bogem. Mereka memiliki seorang putri yang cantik jelita bernama Rara Rambat yang kemudian menikah dengan salah satu tentara Kerajaan Mataram bernama Raden Kuning.
Suatu hari, Kyai Keramat kedatangan seorang Iaki-laki bernama Santa yang ingin mengabdi kepadanya. Dengan senang hati, ia menerima Santa sebagai abdinya. la tidak mengetahui bahwa Santa adalah jelmaan Raja Jin Sepanjang yang sedang ingin membalas dendam.
Santa menggunakan kesaktiannya dengan menyebarkan berbagai penyakit. Akibatnya, masyarakat dilanda wabah penyakit yang aneh dan mematikan. Banyak orang yang meninggal, begitu juga para tentara.
Hal ini menimbulkan keprihatinan Pangeran Purbaya, sehingga ia segera melaporkannya kepada Panembahan Senopati. Lalu, Panembahan Senopati bertapa dan mengadakan kontak dengan Ratu Pantai Selatan. Usai bertapa, Panembahan Senopati menyampaikan nasihat dari Ratu Pantai Selatan kepada Pangeran Purbaya.
Kemudian, Pangeran Purbaya menemui Kyai Keramat. Alangkah kagetnya Kyai Keramat ketika diberitahu bahwa abdinya yang bernama Santa adalah jelmaan Raja Jin Sepanjang yang telah menyebabkan kesengsaraan rakyat. Santa yang mendengar percakapan Pangeran Purbaya dan Kyai Keramat pun melarikan diri. Kyai Keramat mengejarnya, sehingga terjadilah pertempuran. Ternyata, kesaktian Santa dapat mengalahkan Kyai Keramat hingga Kyai Keramat pun gugur.
Pangeran Purbaya sangat sedih dengan kematian Kyai Keramat dan memerintahkan untuk menguburkan jenazah Kyai Keramat di daerah tersebut. Daerah itu kemudian dinamakan Desa Keramat.
Mendengar kematian suaminya, Nyai Bogem sangat marah. la mengejar Santa dan terjadilah perkelahian. Nyai Bogem dapat dikalahkan oleh Santa dan gugur. Pangeran Purbaya memerintahkan untuk memakamkan jenazah Nyai Bogem di daerah tempat ia gugur dan menamakan desa tersebut sebagai Desa Bogeman.
Kematian Kyai Keramat dan Nyai Bogem membuat Pangeran Purbaya memerintahkan Tumenggung Martoyuda untuk menangkap Raja Jin Sepanjang. Namun, ternyata Raja Jin Sepanjang dapat mengalahkan Tumenggung Mertoyuda. Mertoyuda dimakamkan di daerah tempat terjadinya pertempuran tersebut yang itu kemudian dinamakan Desa Martoyuda.
Raden Krincing yang merupakan salah satu senopati di Kerajaan Mataram merasa terpanggil untuk ikut membantu membinasakan Raja Jin Sepanjang. Namun, sayang la pun tewas. Pangeran Purbaya memerintahkan untuk menguburkan jenazahnya di tempaf pertempuran tersebut dan menamakan daerah itu dengan Desa Krincing.
Kematian demi kematian membuat Pangeran Purbaya semakin berniat menghancurkan Santa alias Raja Jin Sepanjang. la memerintahkan pasukannya untuk mengejar Santa.
Santa lari ke dalam hutan menghindari serangan tersebut. Dengan kesaktiannya, Pangeran Purbaya dapat melihat Santa dari atas sebuah pohon yang tinggi. la segera menyerang Santa, sehingga terjadilah perkelahian sengit. Ternyata, kesaktian Pangeran Purbaya Iebih hebat daripada Santa.
Akhirnya Santa tewas di tangan Pangeran Purbaya. Seketika itu juga, langit menjadi gelap-gulita seiring dengan kematian Raja Jin Sepanjang. Ketika Raja Jin Sepanjang menghilang dan perlahan-lahan hutan menjadi terang kembali. Daerah tempat Santa tewas tersebut kemudian diberi nama Desa Sanfan.
Raja Jin Sepanjang menghilang dan menjelma menjadi sebuah tombak. Pangeran Purbaya tidak berminat terhadap tombak tersebut, karena berasal dari makhluk yang tidak baik. la memerintahkan untuk menanam tombak tersebut ke dalam tanah. Kini tempat tersebut dinamakan Desa Sepanjang.
Pertempuran yang dilakukan oleh Pangeran Purbaya dan tentara Mataram dalam melawan Santa menggunakan strategi gelang. Strategi gelang adalah mengepung musuh dengan cara melingkar, mengelilingi musuh dengan rapat. Oleh karena itu, Pangeran Purbaya menamakan daerah ini Magelang.

Cerita Rakyat : Asal Usul Kota Salatiga
Kisah Asal Mula nama Kota Salatiga, Jawa Tengah, berhubungan erat dengan Ki Ageng Pandanaran yang merupakan Bupati ke-2 Kota Semarang, Pangeran Mangkubumi dengan gelar Sunan Bayat atau Sunan Tembayat. Saat zaman Kesultanan Demak masih berkuasa penuh di Jawa Tengah, Kabupaten Semarang termasuk dalam wilayah kesultanan.
Kabupaten Semarang dipimpin oleh Ki Ageng Pandanaran. Ki Ageng Pandanaran merupakan seorang pedagang yang kaya raya. Namun seiring berjalannya waktu, Ki Ageng Pandanaran malah sibuk memperkaya dirinya sendiri, sampai melupakan kesejahteraan dan keamanan rakyatnya.
Menurut kabar, Sunan Kalijaga yang pada saat itu merupakan penasehat Sultan Demak. Ia berniat untuk mengingatkan Ki Ageng Pandanaran dengan cara menyamar menjadi seorang penjual rumput. Suatu hari, Sunan Kalijaga mendatangi Ki Ageng Pandanaran. Ia berpura-pura menawarkan rumput. Ki Ageng setuju membeli rumput tersebut tapi dengan harga murah. Sunan Kalijaga menolaknya dengan alasan harganya terlalu murah.
Ki Ageng Pandanaran tidak terima. Ia merasa tersinggung dengan penolakan Sunan Kalijaga. Ia sangat marah kemudian mengusir Sunan Kalijaga. Sebelum pergi, Sunan Kalijaga berkata pada Ki Ageng Pandanaran bahwa ada cara lebih baik untuk mencari kekayaan daripada menimbun harta yang seharusnya menjadi hak rakyat.
“Wahai Pak Bupati terhormat, daripada menimbun harta milik rakyat, ada cara lain lebih terhormat untuk mencari harta kekayaan.” kata Sunan Kalijaga.
“Memangnya siapakah kamu? Sampai berani menceramahiku?” kata Bupati Semarang.
“Pinjami saya cangkul untuk menunjukkan cara mencari harta.” jawab Sunan Kalijaga.
Ki Ageng Pandanaran kemudian memberikan cangkul pada Sunan Kalijaga. Segera Sunan Kalijaga mencangkul tanah di depannya. “Prak.” terdengar suara cangkul mengenai sebuah benda keras. Setelah benda itu diambil, ternyata itu adalah bongkahan emas. Ki Ageng Pandanaran merasa kaget menyaksikan kejadian tersebut. Ia kemudian melihat baik-baik wajah si penjual rumput. Ia berusaha menebak-nebak siapa sebenarnya si penjual rumput. Setelah mengamati agak lama, Ki Ageng tersentak kaget ketika menyadari bahwa si penjual rumput adalah Sunan Kalijaga. Segera ia bersimpuh meminta maaf pada Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga dengan bijaksana memaafkannya. Ia meminta beliau agar kembali memimpin Kabupaten Semarang dengan benar. Sunan Kalijaga kemudian meninggalkan Ki Ageng Pandanaran.
Sepeninggal kejadian tersebut, Ki Ageng menjadi merasa bersalah. Ia sangat malu telah menumpuk kekayaan dengan jalan tidak benar. Ia kemudian memutuskan melepaskan jabatannya sebagai Bupati Semarang. Untuk menebus kesalahannya, Ia akan mengikuti jejak Sunan Kalijaga menjadi seorang penyiar agama dengan mendirikan sebuah pondok pesantren di Gunung Jabaikat.
Nyai Ageng yang mengetahui rencana suaminya, menyatakan akan mengikuti jejak Ki Ageng. Ki Ageng Pandanaran menyetujui keinginan Nyai Ageng dengan syarat tidak boleh membawa harta benda.
Tibalah saat keberangkatan Ki Ageng dan Nyai Ageng ke Gunung Jabaikat untuk membangun pondok pesantren. Sebelum berangkat, Nyai Ageng sibuk mengumpulkan perhiasan untuk ia bawa. Ia menyimpannya ke dalam tongkat bambu. Karena menunggu lama, akhirnya Ki Ageng Pandanaran berangkat terlebih dahulu ke Gunung Jabaikat.
Tidak lama kemudian, setelah selesai mengumpulkan perhiasan untuk dibawa ke Gunung Jabaikat, Nyai Ageng segera berangkat menyusul Ki Ageng Pandanaran. Tapi sial, di tengah perjalanan muncul tiga orang perampok memaksanya untuk menyerahkan semua perhiasan dalam tongkat bambu yang dibawa oleh Nyai Ageng. Karena tidak mempunyai pilihan lain, Nyai Ageng pun menyerahkan semua perhiasan yang ia bawa kepada paraperampok. Ia segera bergegas pergi menyusul suaminya di Gunung Jabaikat.
Sesampainya di Gunung Jabaikat, Nyai Ageng segera menceritakan perampokan yang dialaminya. Ki Ageng Pandanaran kemudian menasehati istrinya agar jangan terlalu serakah dengan harta. Ia meminta istrinya menjadikan kejadian ini sebagai pelajaran. Ki Ageng kemudian mengatakan bahwa di tempat istrinya dihadang oleh ketiga perampok tersebut kelak akan bernama Salatiga, yang berarti tiga orang bersalah.

Asal Usul Kota Banyuwangi

Pada zaman dahulu di kawasan ujung timur Propinsi Jawa Timur terdapat sebuah kerajaan besar yang diperintah oleh seorang Raja yang adil dan bijaksana. Raja tersebut mempunyai seorang putra yang gagah bernama Raden Banterang. Kegemaran Raden Banterang adalah berburu. “Pagi hari ini aku akan berburu ke hutan. Siapkan alat berburu,” kata Raden Banterang kepada para abdinya. Setelah peralatan berburu siap, Raden Banterang disertai beberapa pengiringnya berangkat ke hutan. Ketika Raden Banterang berjalan sendirian, ia melihat seekor kijang melintas di depannya. Ia segera mengejar kijang itu hingga masuk jauh ke hutan. Ia terpisah dengan para pengiringnya.
“Kemana seekor kijang tadi?”, kata Raden Banterang, ketika kehilangan jejak buruannya. “Akan ku cari terus sampai dapat,” tekadnya. Raden Banterang menerobos semak belukar dan pepohonan hutan. Namun, binatang buruan itu tidak ditemukan. Ia tiba di sebuah sungai yang sangat bening airnya. “Hem, segar nian air sungai ini,” Raden Banterang minum air sungai itu, sampai merasa hilang dahaganya. Setelah itu, ia meninggalkan sungai. Namun baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba dikejutkan kedatangan seorang gadis cantik jelita.
“Ha? Seorang gadis cantik jelita? Benarkah ia seorang manusia? Jangan-jangan setan penunggu hutan,” gumam Raden Banterang bertanya-tanya. Raden Banterang memberanikan diri mendekati gadis cantik itu. “Kau manusia atau penunggu hutan?” sapa Raden Banterang. “Saya manusia,” jawab gadis itu sambil tersenyum. Raden Banterang pun memperkenalkan dirinya. Gadis cantik itu menyambutnya. “Nama saya Surati berasal dari kerajaan Klungkung”. “Saya berada di tempat ini karena menyelamatkan diri dari serangan musuh. Ayah saya telah gugur dalam mempertahankan mahkota kerajaan,” Jelasnya. Mendengar ucapan gadis itu, Raden Banterang terkejut bukan kepalang. Melihat penderitaan puteri Raja Klungkung itu, Raden Banterang segera menolong dan mengajaknya pulang ke istana. Tak lama kemudian mereka menikah membangun keluarga bahagia.
Pada suatu hari, puteri Raja Klungkung berjalan-jalan sendirian ke luar istana. “Surati! Surati!”, panggil seorang laki-laki yang berpakaian compang-camping. Setelah mengamati wajah lelaki itu, ia baru sadar bahwa yang berada di depannya adalah kakak kandungnya bernama Rupaksa. Maksud kedatangan Rupaksa adalah untuk mengajak adiknya untuk membalas dendam, karena Raden Banterang telah membunuh ayahandanya. Surati menceritakan bahwa ia mau diperistri Raden Banterang karena telah berhutang budi. Dengan begitu, Surati tidak mau membantu ajakan kakak kandungnya. Rupaksa marah mendengar jawaban adiknya. Namun, ia sempat memberikan sebuah kenangan berupa ikat kepala kepada Surati. “Ikat kepala ini harus kau simpan di bawah tempat tidurmu,” pesan Rupaksa.
Pertemuan Surati dengan kakak kandungnya tidak diketahui oleh Raden Banterang, dikarenakan Raden Banterang sedang berburu di hutan. Tatkala Raden Banterang berada di tengah hutan, tiba-tiba pandangan matanya dikejutkan oleh kedatangan seorang lelaki berpakaian compang-camping. “Tuangku, Raden Banterang. Keselamatan Tuan terancam bahaya yang direncanakan oleh istri tuan sendiri,” kata lelaki itu. “Tuan bisa melihat buktinya, dengan melihat sebuah ikat kepala yang diletakkan di bawah tempat peraduannya. Ikat kepala itu milik lelaki yang dimintai tolong untuk membunuh Tuan,” jelasnya. Setelah mengucapkan kata-kata itu, lelaki berpakaian compang-camping itu hilang secara misterius. Terkejutlah Raden Banterang mendengar laporan lelaki misterius itu. Ia pun segera pulang ke istana. Setelah tiba di istana, Raden Banterang langsung menuju ke peraaduan istrinya. Dicarinya ikat kepala yang telah diceritakan oleh lelaki berpakaian compang-camping yang telah menemui di hutan. “Ha! Benar kata lelaki itu! Ikat kepala ini sebagai bukti! Kau merencanakan mau membunuhku dengan minta tolong kepada pemilik ikat kepala ini!” tuduh Raden Banterang kepada istrinya. “ Begitukah balasanmu padaku?” tandas Raden Banterang.”Jangan asal tuduh. Adinda sama sekali tidak bermaksud membunuh Kakanda, apalagi minta tolong kepada seorang lelaki!” jawab Surati. Namun Raden Banterang tetap pada pendiriannya, bahwa istrinya yang pernah ditolong itu akan membahayakan hidupnya. Nah, sebelum nyawanya terancam, Raden Banterang lebih dahulu ingin mencelakakan istrinya.
Raden Banterang berniat menenggelamkan istrinya di sebuah sungai. Setelah tiba di sungai, Raden Banterang menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki compang-camping ketika berburu di hutan. Sang istri pun menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki berpakaian compang-camping seperti yang dijelaskan suaminya. “Lelaki itu adalah kakak kandung Adinda. Dialah yang memberi sebuah ikat kepala kepada Adinda,” Surati menjelaskan kembali, agar Raden Banterang luluh hatinya. Namun, Raden Banterang tetap percaya bahwa istrinya akan mencelakakan dirinya. “Kakanda suamiku! Bukalah hati dan perasaan Kakanda! Adinda rela mati demi keselamatan Kakanda. Tetapi berilah kesempatan kepada Adinda untuk menceritakan perihal pertemuan Adinda dengan kakak kandung Adinda bernama Rupaksa,” ucap Surati mengingatkan.
“Kakak Adindalah yang akan membunuh kakanda! Adinda diminati bantuan, tetapi Adinda tolah!”. Mendengar hal tersebut , hati Raden Banterang tidak cair bahkan menganggap istrinya berbohong.. “Kakanda ! Jika air sungai ini menjadi bening dan harum baunya, berarti Adinda tidak bersalah! Tetapi, jika tetap keruh dan bau busuk, berarti Adinda bersalah!” seru Surati. Raden Banterang menganggap ucapan istrinya itu mengada-ada. Maka, Raden Banterang segera menghunus keris yang terselip di pinggangnya. Bersamaan itu pula, Surati melompat ke tengah sungai lalu menghilang.
Tidak berapa lama, terjadi sebuah keajaiban. Bau nan harum merebak di sekitar sungai. Melihat kejadian itu, Raden Banterang berseru dengan suara gemetar. “Istriku tidak berdosa! Air kali ini harum baunya!” Betapa menyesalnya Raden Banterang. Ia meratapi kematian istrinya, dan menyesali kebodohannya. Namun sudah terlambat.
Sejak itu, sungai menjadi harum baunya. Dalam bahasa Jawa disebut Banyuwangi. Banyu artinya air dan wangi artinya harum. Nama Banyuwangi kemudian menjadi nama kota Banyuwangi.


Asal Usul Bengkulu

Bengkulu (bahasa Inggris: Bencoolen) adalah sebuah provinsi di Indonesia. Ibu kotanya berada di Kota Bengkulu. Provinsi ini terletak di bagian barat daya Pulau Sumatera.
Di wilayah Bengkulu pernah berdiri kerajaan-kerajaan yang berdasarkan etnis seperti Kerajaan Sungai Serut, Kerajaan Selebar, Kerajaan Pat Petulai, Kerajaan Balai Buntar, Kerajaan Sungai Lemau, Kerajaan Sekiris, Kerajaan Gedung Agung, dan Kerajaan Marau Riang. Di bawah Kesultanan Banten, mereka menjadi vazal.
Menurut cerita rakyat Bengkulu, Legenda asal mula nama Bengkulu berawal saat terjadi peperangan antara Kerajaan Aceh dengan Kerajaan Serut. Pangkal masalahnya adalah penolakan lamaran Putra Raja Aceh oleh Raja Anak Dalam Muara Bengkulu, Raja Kerajaan Serut. Peperangan terjadi antara kedua kerajaan tersebut dengan hebatnya tanpa ada pihak menang maupun pihak kalah.
Alkisah, dahulu kala tersebutlah sebuah kerajaan di Bengkulu bernama Kerajaan Serut yang dipimpin oleh Ratu Agung. Ratu Agung memiliki tujuh orang anak. Si sulung bernama Pangeran Anak Dalam Muara Bengkulu, sedang si bungsu bernama Putri Gading Cempaka.
Saat Ratu Agung wafat, Pangeran Anak Dalam Muara Bengkulu dinobatkan sebagai penggantinya. Ia kemudian memerintah Kerajaan Serut dengan adil bijaksana melanjutkan keadilan ayahandanya. Di bawah kepemimpinannya, perdagangan Kerajaan Serut menjadi berkembang pesat.
Pangeran Kerajaan Aceh Ingin Melamar Putri Gading Cempaka.
Seiring berjalannya waktu, adik bungsu Raja Anak Dalam Muara Bengkulu, yaitu Putri Gading Cempaka, tumbuh menjadi seorang gadis cantik jelita. Telah banyak para pangeran juga saudagar kaya ingin mempersuntingnya.
Kecantikan Putri Gading Cempaka diketahui pula oleh seorang Pangeran dari Kerajaan Aceh. Sang Pangeran segera mengirim utusan ke Kerajaan Serut untuk menyampaikan keinginan Pangeran Aceh melamar Putri Gading Cempaka. Keinginan Sang Pangeran untuk melamar ditolak halus oleh Raja Anak Dalam Muara Bengkulu.
Setelah mengetahui keinginannya melamar ditolak oleh Raja Anak Dalam, Sang Pangeran Aceh merasa sangat tersinggung. Ia marah bukan main. Ia kemudian meminta Kerajaan Aceh untuk menyerang Kerajaan Serut. Tak lama kemudian Kerajaan Aceh mengirimkan pasukan secara besar-besaran menggunakan kapal-kapal perang.
Perang Kerajaan Aceh Dengan Kerajaan Serut
Raja Anak Dalam Muara Bengkulu mengetahui rencana penyerangan tersebut. Ia segera menyiapkan siasat khusus untuk menghadapi pasukan Kerajaan Aceh. Ia mengetahui bahwa Kerajaan Aceh memiliki pasukan kuat. Kerajaan Aceh terkenal sulit untuk dikalahkan. Ia memerintahkan pasukannya untuk menebang pohon-pohon. Batang-batang kayu pohon tersebut kemudian dilemparkan ke sungai agar bisa menghalangi gerak kapal pasukan Kerajaan Aceh.
Pasukan Kerajaan Serut segera bekerja keras menebangi pohon, kemudian menghanyutkan batang-batang pohon tersebut ke sungai. Sementara sebagian pasukan lain berjaga-jaga untuk menghadapi serangan pasukan Kerajaan Aceh. Sudah tak terhitung berapa banyaknya kayu-kayu pohon hanyut hingga memenuhi sungai.
Saat pasukan Kerajaan Aceh tiba disungai untuk menuju Kerajaan Serut, mereka terkejut mendapati banyaknya batang-batang pohon hanyut dari arah hulu sungai menghalangi kapal-kapal mereka. Susah payah mereka berusaha menghindari kayu-kayu yang sangat menghambat perjalanan mereka. Untuk menghindari kayu-kayu tersebut, beberapa prajurit berteriak, “Empang ka hulu! Empang ka hulu!”. Akhirnya setelah bekerja keras, kapal-kapal pasukan Kerajaan Aceh berhasil melaju. Mereka mendarat di sebuah kaki bukit.
Para prajurit Kerajaan Aceh melompat ke daratan dari kapal-kapal mereka. Para prajurit Aceh segera disambut oleh serangan pasukan Kerajaan Serut yang memang telah menunggu. Maka terjadilah peperangan hebat antara kedua pasukan. Dengan siasat cerdik Raja Anak Dalam Muara Bengkulu, kehebatan pasukan Kerajaan Aceh, mampu diimbangi oleh pasukan Kerajaan Serut. Cukup lama peperangan tersebut berlangsung tanpa ada tanda-tanda pasukan mana akan unggul dan pasukan mana akan kalah. Sudah banyak korban berjatuhan dari kedua belah pihak namun, kedua kekuatan tampak seimbang.
Melihat peperangan tidak berkesudahan tersebut, Raja Anak Dalam Muara Bengkulu merasa sedih. Ia tidak sanggup melihat begitu banyak korban berjatuhan. Akhirnya dengan diiringi oleh keenam adiknya, kerabat keluarga kerajaan, dan beberapa pengikut setianya, Raja Anak Dalam Muara Bengkulu kemudian pergi ke Gunung Bungkuk. Mereka tinggal di gunung tersebut hingga peperangan berakhir.
Empang Ka Hulu Asal Mula Nama Bengkulu
Karena tidak ada tanda-tanda pasukan mana akan menang, akhirnya peperangan itupun berakhir sendirinya. Kedua belah pihak sepakat untuk berdamai, tidak melanjutkan peperangan. Meskipun peperangan telah berakhir, namun Raja Anak Dalam beserta keenam adik dan pengikut setianya tetap tinggal di Gunung Bungkuk.
Sejak peperangan dahsyat tersebut, wilayah Kerajaan Serut kemudian berubah penyebutan namanya. Mulai dari teriakan para prajurit Kerajaan Aceh, Empang Ka Hulu, berubah menjadi Pangkahulu, berubah lagi menjadi Bangkahulu dan akhirnya seiring berjalannya waktu, kini kita mengenalnya dengan nama Bengkulu.



Cerita Rakyat : ASAL MULA PEKANBARU

Di tepi Sungai Siak ada kerajaan yang dipimpin oleh Raja Gasib. Kerajaan itu mempunyai panglima yang gagah, namanya Gimpam. Raja Gasib mempunyai putri yang cantik jelita, bernama Putri Kaca Mayang. Suatu ketika, raja kerajaan tetangga yang terkenal kejam ingin meminang Putri Kaca Mayang. Raja Gasib pun menolak mentah-mentah lamaran tersebut.
"Bagaimana ini? Berani-beraninya menolak lamaranku!" kata Raja Tetangga geram saat mengetahui lamarannya ditolak mentah-mentah.
"Tenanglah, Baginda. Yang saya khawatirkan adalah Panglima Gimpam. Pasti Raja Gasib akan menyuruh Panglima Gimpam berjaga di Kuala Gasib. Kita akan mencari jalan memutar agar tidak bertemu dengannya!" nasihat salah satu petinggi kerajaan. Raja Tetangga pun mengerahkan pasukannya untuk penyerangan besar-besaran.
Raja Gasib mengetahui rencana tersebut. Sayang, Raja Gasib salah menentukan langkah, Ia mengutus Panglima Gimpam untuk menahan serangan itu di Kuala Gasib.
Raja Tetangga membuat jalan pintas menuju pusat kerajaan tanpa harus melalui Kuala Gasib. Raja Tetangga mengirim pasukan dalam jumlah besar. Mereka menyerang membabi buta. Negeri Gasib yang ditinggal panglimanya tidak bisa memberikan perlawanan berarti. Putri Kaca Mayang pun berhasil ditawan.
Prajurit yang tersisa melapor kepada Panglima Gimpam. Panglima Gimpam marah, lalu berangkat menuju Kerajaan Tetangga. Karena kesaktiannya, Panglima Gimpam tiba di Kerajaan Tetangga dalam waktu singkat.
Sesampainya, Panglima Gimpam dihadang dua gajah besar. Namun, dengan mudah ia menaklukkannya. Raja Tetangga ketakutan, lalu menyerahkan Putri Kaca Mayang dan memohon ampun.
Panglima Gimpam pun memaafkan Raja Tetangga. Lalu, ia pulang bersama Putri Kaca Mayang. Setelahnya, ia mengasingkan diri dan membuka perkampungan baru yang diberi nama Pekanbaru. Di sana, Panglima Gimpam menetap sampai akhir hayatnya.

Kisah Terjadinya Air Putri Maluku

Alkisah pada jaman dahulu kala, hiduplah seorang putri yang bernama Ta Ina Luhu dari Negeri Luhu di Pulau Seram. Ia adalah anak dari Raja Negeri Luhu yang begitu bijaksana, baik, dan berbudi pekerti luhur. Suatu ketika Belanda menguasai Negeri Luhu dan seluruh keluarga Raja tewas dibantai Belanda kecuali sang putri yang ditangkap namun berhasil melarikan diri. Singkat cerita, ia diselamatkan oleh kerajaan lain yang bernama Soya. Sang putrid diperlakukan layaknya keluarga kerajaan. Namun, ternyata Putri Ta Ina Luhu dihamili oleh para serdadu Belanda yang menangkapnya. Ia merasa tidak enak merepotkan Raja Soya dan melarikan diri dari Kerajaan Soya.
Sang Putri Ta Ina Luhu ingin hidup sendiri dengan keadaannya saat ini. Ia kabur dari Istana Soya dengan menaiki kuda kerajaan dan pergi menyusuri hutan belantara yang dingin dan mencekam. Setelah berjalan jauh, akhirnya Ta Ina Luhu kelelahan dan terjatuh dari kuda. Setelah istirahat, Putri Ta Ina Luhu pun melanjutkan perjalanan dengan berbagai kejadian ajaib yang terjadi. Tempat ia beristirahat kini menjadi sebuah gunung yang bernama “Gunung Nona”, kemudian pada saat ia memacu kuda dengan kencangnya, topi yang ia gunakan pun terbang tertiup angin namun pada saat akan diambil topi tersebut berubah menjadi batu yang kemudian dikenal sebagai “Batu Capeu”. Selanjutnya, Sang Putri terus menyusuri wilayah pantai Amasuhu dalam keadaan yang sangat melelahkan dan akhirnya ia pun memutuskan untuk beristirahat dan minum pada sebuah mata air yang hingga kini dikenal sebagai “Air Putri”.
Air Putri berada di Pulau Seram, tepatnya Seram bagian barat. Perjalanan menuju tempat ini dengan kendaraan bermotor memakan waktu hampir 2 jam dari Piru, Ibukota kabupaten Seram Bagian Barat. Obyek wisata ini masih sangat alami, bahkan untuk mencapai tempat ini kita harus melalui jalan tanah yang kurang baik. Kira-kira 1,5 kilometer dari jalan raya Trans Seram, kita harus menyusuri hutan dan menuju sebuah desa transmigran yang berpenduduk masyarakat suku Buton. Letak Air Putri berada di pinggir desa ini.
Lama perjalanan dan kesulitan-kesulitan yang dilalui sekejap terbayarkan ketika sampai di Air Putri. Sesuai kisah legenda yang menyertainya, Air Putri adalah mata air yang berada tepat di pinggir pesisir pantai. Oleh karena itu, air tawar yang keluar dari mata air membentuk sebuah laguna dan bercampur dengan air laut yang asin dan hangat pada satu titik. Kondisi geografis Air Putri sangatlah unik, sebuah laguna yang terletak menjorok ke daratan dan membentuk sebuah sungai yang berakhir di lautan nan luas. Pantai, Laguna, Sungai, air asin, air tawar dan pepohonan yang teduh menjadi satu di wilayah Air Putri ini.
Warga sekitar biasa memanfaatkan Air Putri sebagai tempat bersantai layaknya Sang Putri Ta Ina Luhu. Mereka biasanya mandi di laguna Air Putri dan berwisata di pantai yang berada di dekatnya. Bahkan dalam waktu-waktu liburan, tempat ini akan ramai dikunjungi warga dan kios-kios dagangan pun akan bermunculan. Air Putri memang belum banyak dikenal secara umum, tapi sudah menjadi tempat favorit bagi warga setempat untuk berekreasi.
Kisah perjalanan sang Putri Ta Ina Luhu ini masih panjang dan setiap kejadian yang ia alami berikut tempatnya banyak menjadi nama tempat di Seram dan Ambon yang dikenal hingga kini. Kisah Putri Ta Ina Luhu ini menjadi sebuah cerita rakyat Maluku yang dikenal sebagai kisah Nenek Luhu. Bahkan, keberadaan Nenek Luhu saat ini menjadi cerita mistik dimana Sang Nenek yang merupakan penjelmaan Putri Ta Ina Luhu akan muncul ketika hujan lebat dan mulai meculik anak-anak yang berada di luar rumah. Pesan moral dari kisah Ta Ina Luhu atau Nenek Luhu ini adalah kemandirian yang dimiliki sang putri dan pesan bagi anak-anak agar tidak keluar rumah saat hujan lebat. 



0 komentar:

Posting Komentar

Copyright 2009 KUMPULAN MATERI TUGAS. All rights reserved.
Free WPThemes presented by Leather luggage, Las Vegas Travel coded by EZwpthemes.
Bloggerized by Miss Dothy