Cerita Legenda Timun Mas
Mbok Sarni tinggal sebatang kara di hutan yang sepi.
Ia sangat menginginkan kehadiran seorang anak. Tiap hari ia tiada henti selalu
berdoa, "Tuhan, karuniai seorang anak padaku. Sesungguhnya hidupku sangat
sepi. Jika engkau mengaruniai aku seorang anak tentunya aku akan semakin
bersyukur dan taat kepadamu."
Suatu hari, raksasa yang kebetulan lewat mendengar
doa Mbok Sarni. Dengan suaranya yang menggelegar, raksasa itu bertanya,
"Hei wanita tua! Apakah kau sungguh-sungguh menginginkan seorang
anak?"
Mbok Sarni terkejut. Dengan gemetar, ia menjawab,
"Benar sekali. Aku mendambakan seorang anak yang bisa menemaniku. Namun
sepertinya hal itu tak mungkin, usiaku sudah tua, dan suamiku telah
meninggal."
"Ha...
ha... ha... aku bisa mengabulkan keinginanmu dengan mudah, tapi tentu ada
syaratnya. Apakah kau bersedia?" tanga si raksasa.
“Baiklah,
aku bersedia," sahut Mbok Sarni menjawab walau hatinya takut melihat sosok
raksasa yang besar dan seram.
"Peliharalah
anak yang kuberikan padamu nanti. Beri ia makan yang bangak supaya gemuk. Aku
akan menjemputnya saat ia berusia 6 tahun." Ucap si Raksasa menggelegar.
"Menjemputnya?
Untuk apa?" tanya Mbok Sarni heran.
"Tentu
saja untuk kumakan. Anak yang gemuk adalah hidangan yang paling aku sukai.
Ha... ha... ha...", raksasa tergelak. Suaranya menggelegar menggetarkan
hutan yang tadinya sepi.
Tidak ada pilihan lain, Mbok Sarni menerima syarat
tersebut. Raksasa itu memberinya segenggam biji mentimun untuk ditanam. Mbok
sarni pun mengikuti saran si Raksasa untuk menanam biji mentimun yang
didapatkanya. Biji itu tumbuh dan berbuah dalam waktu singkat, dalam beberapa
hari saja pohon mentium tumbuh dengan buahnya yang sangat besar siap untuk
dipanen. Betapa terkejutnya Mbok Sarni ketika sedang memetik salah satu mentimun,
di hadapannya terdapat bayi perempuan yang cantik. Bayi itu dinamai Timun Mas,
karena ia lahir dari mentimun yang berwarna keemasan.
Hari ini Timun Mas genap berusia 6 tahun. Mbok Sarni
ingin memasak nasi kuning sebagai ucapan syukur. Ketika ia sedang sibuk di
dapur, Bumi bergetar. Buumm... bumm... buumm... seperti langkah kaki raksasa.
"Gawat, raksasa itu sudah datang. Untung Timun Mas sedang pergi. Aku harus
mencari akal untuk mengusir raksasa itu," kata Mbok Sarni dalam hati
"Hai,
Ibu Tua... keluarlah! Mana anakmu?" teriak raksasa itu.
Mbok
Sarni cepat keluar menghampiri si Raksasa, "Sabar, aku akan menyerahkannya
padamu, tapi
“apakah
kau mau? Tubuhnya masih kecil dan kurus, aku rasa ia belum cukup lezat untuk
kau makan,"
"Hah?
Berarti kau tidak menjaganya dengan balk! Mana anak itu?" teriak raksasa
lagi.
"Ia
sedang pergi. Percayalah padaku, kembalilah dua tahun lagi, aku jamin ia sudah
gemuk," jawab Mbok Sarni. Raksasa itu percaya pada perkataan Mbok Sarni.
"Dua tahun bukanlah waktu yang lama," pikirnya.
Sepeninggal raksasa, Mbok Sarni mencari akal untuk
menyelamatkan Timun Mas. Ia juga berdoa supaya Tuhan memberinya jalan keluar.
Suatu malam, Tuhan menjawab doanya. Mbok Sarni bermimpi bertemu dengan seorang
pertapa di gunung. Pertapa itu menguruh Timun Mas untuk menemuinya. Ia akan
menolong Timun Mas. Saat Mbok Sarni terbangun, ia merasa tak ada salahnya untuk
mencari pertapa itu. Ia lalu menceritakan semuanya pada Timun Mas, termasuk
perjanjiannya dengan raksasa. Timun Mas memang anak pemberani, ia tak takut
ketika tahu bahwa raksasa akan menyantapnya. Timun Mas bertekad untuk menemui
pertapa di gunung. Sebelum berangkat, ia memohon restu pada ibunya.
Setelah berhari-hari mendaki, Timun Mas akhirnya
mencapai puncak gunung. Ia melihat seorang lelaki tua berambut putih dan
berjubah putih. "Permisi, Kek. Namaku Timun Mas. Ibuku bilang, Kakek akan
membantuku melawan raksasa jahat yang hendak menyantapku," sapa Timun Mas.
"Oh,
kau yang bernama Timun Mas? Ya, aku memang mendatangi ibumu lewat mimpi.
Cucuku, jika raksasa itu kembali, berlarilah dengan kencang," pesan si
pertapa itu.
"Langkah
kakinya lebar, aku pasti mudah tertangkap," kata Timun Mas heran.
“Ambillah
empat buah bungkusan kecil ini. Lemparkan satu persatu ketika kau melarikan
diri," jawab pertapa itu dengan tegas.
Timun
Mas paham. Ia lalu pamit pulang.
Dua tahun berlalu. Saatnya raksasa kembali untuk
mengambil Timun Mas. Benar saja, tiba-tiba terdengar langkah kaki dan teriakan
menggelegar, "Mbok Sarni! Mana anakmu? Aku sudah lapar!" teriaknya.
"Kumohon,
jangan makan dia," pinta Mbok Sarni.
"Enak
saja. Kau sudah berjanji, kau tak boleh mengingkarinya!" jawab raksasa.
Dengan terpaksa, Mbok Sarni membawa Timun Mas menemui raksasa itu.
Timun
Mas berbisik padanya, "Jangan khawatir, Bu."
"Hahaha...
wah... ibumu benar-benar merawatmu dengan baik. Badanmu cukup berisi, pasti
dagingmu nikmat sekali."
Timun
Mas menjawab, "Dasar raksasa rakus, makanlah aku jika bisa!"
Setelah berkata demikian, Timun Mas lari
sekencang-kencangnga. Dengan marah, raksasa itu segera mengejarnya. Timun Mas
terus berlari dan berlari. Namun, ia mendengar Iangkah kaki raksasa itu semakin
mendekat.
Timun Mas segera membuka bungkusan pemberian kakek
pertapa itu. Bungkusan pertama, ternyata berisi biji mentimun. Ia
melemparkannya ke arah raksasa. Keajaiban pun terjadi. Biji mentimun itu
berubah menjadi ladang timun yang buahnya sangat banyak. Langkah raksasa
tertahan oleh ladang timun itu. Dengan susah payah ia harus melewati rintangan
dan batang-batang pohon yang meliliti tubuhnya. Namun, ia berhasil meloloskan
diri. Ia bertambah marah.
Timun Mas menoleh ke belakang, "Gawat, ia
berhasil lolos. Aku harus segera membuka bungkusan kedua," pikirnya.
Bungkusan kedua itu berisi jarum. Timun Mas melemparkan jarum- jarum itu. Apa
yang terjadi? Jarum-jarum itu berubah menjadi pohon-pohon bambu yang tinggi dan
berdaun lebat. Raksasa harus bekerja keras menerobos pohon-pohon bambu itu.
Badannya terluka karena tergores batang-batang bambu. Meskipun tubuhnya
berdarah, ia pantang menyerah. Justru larinya semakin kencang setelah berhasil
melewati hutan bambu yang dibuat Timun Mas. Ia kesal karena dipermainkan oleh
Timun Mas.
Timun Mas membuka bungkusan ketiga. Sambil terus
berlari, ia me lemparkan isi bungkusan itu, yaitu garam. Lagi-lagi keajaiban terjadi.
Ga ram itu berubah menjadi lautan yang luas. Namun, lautan itu tak menjadi
penghalang bagi raksasa. Ia berenang melintasi lautan itu, dan berhasil
mencapai tepi. Raksasa mulai kelelahan, tapi mengingat lezatnya daging Timun
Mas, ia kembali bersemangat berlari.
Timun Mas ketakutan melihat kekuatan raksasa itu.
Bungkusan ter akhir adalah harapan satu-satunya. Sambil berdoa, Timun Mas
membuka bungkusan keempat. Isinya terasi. Sekuat tenaga, Timun Mas melemparkan
terasi itu ke arah raksasa. Apa yang terjadi? Terasi itu berubah menjadi lautan
lumpur yang panas mendidih. Raksasa yang berlari kencang tak dapat menghentikan
langkahnya. Ia pun terperosok ke dalam lumpur. Ia berteriak dan meronta. Namun
semakin ia meronta, semakin dalam lumpur itu mengisap tubuhnya. Ia akhirnya
tenggelam ke dalam lumpur panas.
Timun Mas menghentikan langkahnya. Ia lega karena
berhasil menyelamatkan diri. Dengan kelelahan ia berjalan pulang ke rumahnya.
Mbok Sarni, yang terus menangis sepeninggal Timun
Mas, sangat bahagia melihat kepulangan putrinya. Mereka berpelukan dan mengucap
syukur pada Tuhan atas pertolonganNya. Sejak saat itu, Mbok Sarni hidup bahagia
bersama Timun Mas.
Legenda
Sangkuriang Tangkuban Perahu
Alkisah pada jaman
dahulu kala seekor babi tengah melintas di sebuah hutan belantara. Babi hutan
itu sedang merasa kehausan di tengah panasnya terik matahari. Pada saat dia
mencari-cari mata air, dia melihat ada air yang tertampung di pohon keladi
hutan.
Segera diminumnya air
itu untuk melepas dahaga. Tanpa disadarinya air itu adalah air seni Raja
Sungging Perbangkara. Karena kesaktian Raja Sungging Perbangkara, babi hutan
itu pun mengandung setelah meminum air seninya. Sembilan bulan kemudian si babi
hutan melahirkan seorang bayi perempuan.
Raja Sungging
Perbangkara mengetahui perihal adanya bayi perempuan yang terlahir karena air
seninya itu. Ia pun pergi ke hutan untuk mencarinya. Ditemukannya bayi prempuan
itu. Dia pun memberinya nama Dayang Sumbi dan membawanya pulang ke istana
kerajaan.
Dayang Sunbi tumbuh
menjadi perempuan yang sangat cantik wajahnya. Serasa tak terbilang jumlah
raja, pangeran dan bangsawan yang berkehendak memperistri anak perempuan Raja
Sungging Perbangkara itu. Namun, semua pinangan itu di tolak Dayang Sumbi
dengan halus. Sama sekali tidak diduga oleh Dayang Sumbi , mereka yang ditolak
pinangannya itu saling berperang sendiri untuk memperebutkan dirinya.
Dayang Sumbi sangat
bersedih mengetahui kenyataan bahwa para pangeran, raja dan bangsawan yang
ditolaknya saling melakukan peperangan. Dia pun memohon kepada Raja Sungging
Perbangkara untuk mengasingkan diri. Sang Raja akhirnya mengijinkan anaknya
tersebut untuk mengasingkan diri. Dayang Sumbi mengasingkan diri di sebuah
bukit ditemani oleh seekor anjing jantan bernama si tumang. Untuk mengisi waktu
luangnya selama dalam pengasingan, Dayang Sumbi pun menenun.
Alkisah, ketika Dayang
Sumbi sedang menenun, peralatan tenunannya terjatuh. Ketika itu Dayang Sumbi
merasa malas untuk mengambilnya. Terlontarlah ucapan yang tidak terlalu
disadarinya.” Siapapun juga yang bersedia mengambilkan peralatan tenunku yang
terjatuh, seandainya itu lelaki akan kujadikan suami, jika dia perempuan dia
akan kujadikan saudara.”
Tak disangka si tumang
mengambil peralatan tenun yang terjatuh itu dan memberikannya kepada Dayang
Sumbi.
Tidak ada yang dapat
diperbuat Dayang Sumbi selain memenuhi ucapannya. Dia menikah dengan Si Tumang
yang ternyata titisan dewa. Si Tumang adalah dewa yang dikutuk menjadi hewan
dan dibuang ke bumi. Beberapa bulan setelah menikah, Dayang Sumbi pun
mengandung dan melahirkan seorang bayi laki-laki. Dayang Sumbi memberinya nama
Sangkuriang.
Waktu terus berlalu.
Beberapa tahun kemudian terlewati. Sangkuriang telah tumbuh menjadi seorang
pemuda yang tampan wajahnya. Gagah. Tubuhnya kuat dan kekar. Sakti mandraguna
pula anak Dayang Sumbi ini.
Sejak kecil Sangkuriang
telah senang berburu. Setiap kali melakukan perburuan di hutan. Sangkuriang
senantiasa ditemani oleh si tumang. Sama sekali Sangkuriang tidak tahu bahwa si
Tumang adalah ayah kandungnya.
Pada suatu hari
Sangkuriang dengan di temani Si Tumang kembali meakukan perburuan di hutan.
Sangkuriang berniat mencari kijang karena ibunya sangat menghendaki memakan
hati kijang. Setelah beberapa saat berada di dalam hutan, Sangkuriang melihat
seekor kijang yang tengah merumput di balik semak belukar. Sangkuriang
memerintahkan si tumang untuk mengejar kijang itu Sangat aneh, si Tumang yang
biasanya penurut, ketika itu tidak menuruti perintahnya. Sangkuriang menjadi
marah. Katanya.” Jika engkau tetap tidak menuruti perintahku, niscaya aku akan
mebunuhmu.”
Ancaman Sangkuriang
seakan tidak dipedulikan si Tumang. Karena jengkel dan marah, Sangkuriang
lantas membunuh si Tumang. Hati anjing hitam itu diambilnya dan dibawanya
pulang ke rumah. Sangkuriang memberikan hati si Tumang kepada ibunya untuk
dimasak.
Tanpa disadari Dayang
Sumbi bahwa hati yang diberikan anaknya adalah hati suaminya. Dia kemudian
memasak dan memakan hati itu. Maka, tak terperikan amarah Dayang Sumbi kepada
Sangkuriang ketika dia tahu hati yang dimakannya adalah hati si Tumang. Dia
lalu meraih gayung yang terbuat dari tempurung kelapa dan memukul kepala
Sangkuriang, hingga kepala Sangkuriang terluka.
Sangkuriang sangat
marah dan sakit hati dengan perlakuan ibunya itu. Menurutnya, Ibunya lebih
menyayangi si Tumang dibandingkan dirinya. Maka, tanpa pamit kepada Dayang
Sumbi ibunya, Sangkuriang lantas pergi mengembara ke arah timur.
Dayang Sumbi sangat
menyesal setelah mengetahui kepergian Sangkuriang anaknya. Dia pun bertapa dan
memohon ampun kepada para dewa atas kesalahan yang diperbuatnya. Para dewa
mendengar permintaan Dayang Sumbi, mereka menerima permintaan maaf itu dan
mengaruniakan Dayang Sumbi kecantikan abadi.
Syahdan, Sangkuriang
terus mengembara tanpa tujuan yang pasti. Dalam pengembaraanya Sangkuriang
terus menambah kesaktiannya dengan berguru kepada orang-orang sakti yang
ditemuinya selama pengembaraan. Bertahun-tahun Sangkuriang mengembara tanpa
disadari dia kembali ke tempat dimana dia dahulu dilahirkan.
Sangkurian terpesona
dengan kecantikan Dayang Sumbi yang abadi, dia tidak menyadari bahwa perempuan
cantik yang ditemuinya di hutan adalah ibu kandungnya sendiri. Hal yang sama
terjadi juga pada Dayang Sumbi yang tidak menyadari pemuda gagah yang sakti itu
adalah Sangkuriang anaknya. Karena saling jatuh cinta mereka merencenakan untuk
menikah.
Sebelum pernikahan
dialngsungkan Sangkuriang berniat untuk berburu. Dayang Sumbi membantu Sangkuriang
mengenakan penutup kepala. Ketika itulah dayang Sumbi melihat luka di kepala
calon suaminya. Teringatlah dia pada anak lelakinya yang telah meninggalkannya.
Dia sangat yakin pemuda gagah itu tidak lain adalah Sangkuriang anaknya.
Dayang Sumbi kemudian
menjelaskan bahwa dai sesungguhnya adalah ibu kandung dari Sangkuriang. Oleh
karena itu dia tidak bersedia menikah dengan anak kandungnya tersebut. Namun,
Sangkuriang yang telah dibutakan oleh hawa nafsu tidak memperdulikan penjelasan
Dayang Sumbi, dia tetap bersikukuh akan menikahi Dayang Sumbi.
“Jika memang begitu
kuat keinginanmu untuk menikahiku, aku mau engkau memenuhi satu permintaanku”
Kata Dayang Sumbi
“Apa permintaan yang
engkau kehendaki.” Tantang Sangkuriang.
Dayang Sumbi mengajukan
syarat yang laur biasa berat yaitu dia ingi sungai citarum dibendung untuk
dibuat danau, dan didalam danau itu ada perahu besar.” Semua itu harus dapat
engkau selesaikan dalam waktu satu malam.” Ucap Dayang Sumbi.” Sebelum fajar
terbit, kedua permintaanku itu harus telah selesai engaku kerjakan.”
Tanpa ragu Sangkuriang
menyanggupi permintaan dari Dayang Sumbi.” Baiklah, aku akan memenuhi
permintaanmu.”
Sangkuriang segera
bekerja mewujudkan permintaan Dayang sumbi. Pertama kali dia menebang pohon
besar untuk dibuatnya sebuah perahu. Cabang dan ranting pohon yang tidak
dibutuhkannya ditumpukan. Tumpukan cabang dan ranting pohon itu dikemudian hari
menjelma menjadi gunung Burangrang.Begitu pula tunggul pohpon itu kemudian
berubah menjadi sebuah gunung yang lebih dikenal gunung bukit tinggul.
Perahu besar itu
akhirnya selesai dibuat Sangkuriang. Pemuda Sakti itu lantas berniat membendung
aliran sungai Citarum yang deras untuk dibuat sebuah danau. Sangkuriang
kemudian memanggi para makhluk halus untuk membantunya mewujudkan permintaan Dayang
sumbi.
Semua yang dilakukan
Sangkuriang diketahii oleh Dayang Sumbi. Terbit kecemasan dalam hati Dayang
Sumbi ketika melihat pekerjaan Sangkuriang sebentar lagi selesai. Dia harus
menggagalkan pekerjaan Sangkuriang agar pernikahan dengan anak kandungnya itu
tidak terlaksana. Dia pun memohon pertolongan dari para Dewa.
Setelah berdoa, Dayang
Sumbi mendapatkan petunjuk. Dayang Sumbi lantas menebarkan boeh rarang (kain
putih hasil tenunan). Dia juga memkasa ayam jantan berkokok disaat waktu masih
malam. Para makhluk halus sangat ketakutan ketika mengetahui fajar telah tiba.
Mereka berlari dan menghilang kesegala penjuru. Mereka meninggalkan
pekerjaannya membuat danau dan perahu yang belum selesai.
Sangkuriang sangat
marah. Dia merasa Dayang Sumbi telah berlaku curang kepadanya. Ida sangat yakin
jika fajar sesungguhnya belum tiba. Dia merasa masih tersedia waktu baginya
untuk menyelesaikan pekerjaan. Dengan kemarahan tinggi, Sangkuriang lantas
menjebol bendungan di Sanghyang Tikoro. Sumbat aliran citarum lantas
dilemparkannya ke arah timur yang kemudian menjelma menjadi gunung Manglayang.
Air yang semula memenuhi danau itu pun menjadi surut. Serasa belum reda
kemarahannya. Sangkuriang lantas menendang perahu besar yang telah dibuatnya hingga
terlempat jauh dan jatuh tertelungkup. Menjelmalah perahu besar itu menjadi
sebuah gunung yang kemudian di sebut gunung Tangkuban Perahu.
Kemarahan Sangkuriang
belum reda. Dia mengetahui, semua itu sesungguhnya adalah siasat dari Dayang
Sumbi untuk menggagalkan pernikahan dengannya. Dengan kemarahan yang terus
meluap, Dayang sumbi pun dikejarnya. Dayang sumbi yang ketakutan terus berlari
untuk menghindar hingga akhirnya menghilang di sebuah bukit. Bukit itu kemudian
menjelma menjadi gunung Putri. Sedangkan Sangkuriang yang tidak berhasil
menemukan Dayang Sunbi akhirnya menghilang ke alam gaib.
Keong Mas
Pada zaman dahulu kala. Hiduplah seorang Raja yang
bernama Kertamarta. Ia memimpin sebuah kerajaan yang sangat indah dan megah,
kerajaan tersebut adalah kerajaan Daha. Raja Kertamarta mempunyai dua orang
Putri yang cantik, Dewi Galuh dan Candra Kirana. Kehidupan mereka sangat
bahagia dan berkecukupan.
Pada suatu hari, datanglah seorang Pangeran tampan
dari kerajaan Kahuripan. Pangeran tersebut bernama Raden Inu Kertapati.
Kedatangan Pangeran ke kerajaan Daha adalah untuk melamar salah satu Putri
Raja, yaitu Candra Kirana. Kedatangan dan maksud Pangeran sangat di sambut baik
oleh Raja Kertamarta. Putri Candra Kirana pun menerima lamaran Pangeran Raden
Inu Kertapati.
Karena pertunangan itu lah membuat Dewi Galuh merasa
sangat iri. Ia menaruh hati pada Raden Inu Kertapati dan merasa dirinyalah yang
lebih cocok menjadi tunangannya. Dari perasaan irilah kemudian berkembang
menjadi perasaan benci. Dewi Galuh mulai merencanakan untuk menyingkirkan
Candra Kirana dari kerajaan.
Suatu hari, secara diam-diam Putri Dewi Galuh pergi
menemui sorang penyihir jahat. Ia meminta bantuan kepada Penyihir untuk
menyihir Candra Kiran menjadi sesuatu yang menjijikan dan Pangeran Raden Inu
menjauhinya. Ia pun berharap menjadi pengganti Candra Kirana sebagai
tunangannya.
Menyetujui permintaan Dewi Galuh. Namun, Penyihir
tidak dapat masuk istana karena akan menimbulkan sebuah kecurigaan. Akhirnya,
Dewi Galu mempunyai siasat untuk memfitnah Candra Kirana, sehingga ia di usir
dari kerajaan. Candra Kirana meninggalkan kerajaan dengan perasaan sedih. Di
tengah perjalanan ia bertemu dengan penyihir jahat dan menyihir Candra Kirana
menjadi Keong Mas. Setelah berhasil menyihir Candra Kirana, penyihir langsug
membuangnya ke sungai.
‘’
Kutukanmu akan hilang, jika kamu dapat bertemu dengan tunanganmu Pangeran Raden
Inu.’’ Ujar Penyihir.
Suatu hari, seorang Nenek sedang mencari ikan dengan
menggunakan jala. Akhirnya, Keong Mas ikut tersangkut oleh jala tersebut.
Melihat betapa indahnya Keong Mas yang ia dapatkan. Si Nenek langsung membawanya
pulang dan di simpannya Keong Mas di tempayan. Nenek tersebut memelihara Keong
Mas dengan baik dan memberikan makan, agar tidak mati.
Keesokan harinya, sang Nenek kembali ke sungai untuk
mencari Ikan. Namun, tidak satu pun yang ia dapatkan. Karena sudah terlalu lama
tapi tidak mendaptkan hasil. Ia pun segera memutuskan untuk pulang kerumah.
Ketika Nenek sampai di rumah. Ia sangat terkejut. Ia
melihat makanan yang sangat enak sudah tersedi di atas mejanya. Ia merasa
sangat heran dan bertanya-tanya siapa yang sudah membuatkan makanan ini.
Setiap hari kejadian serupa terus terjadi. Karena
merasa penasaran. Sang Nenek memutuskan untuk pura-pura pergi ke laut.
Sebenarnya ia ingin tahun dan mengintip siapa yang sudah membuatkan makanan
setiap hari.
Sang nenek sangat terkejut. Melihat Keong Mas yang
ia simpan di tempayan berubah menjadi seorang gadis yang cantik jelita. Gadis
cantik tersebut langsung meniapkan makanan di atas meja. Karena rasa
penasarannya, Sang Nenek langsung menghampiri Gadis cantik tersebut
“
Siapa kamu Putri yang cantik? Dan dari manakah asalmu?”. Tanya sang Nenek
Keong Mas yang berubah menjadi wujud aslinya yaitu
Candra Kirana. Sangat terkejut melihat kedatangan Sang Nenek yang tiba-tiba.
Akhirnya, Candra Kirana menjelaskan siapa ia sebenarnya. Dan menceritakan
kenapa ia berubah menjadi Keong Mas. Setelah menjelaskan kepada Sang Nenek,
Candra Kirana pun kembali berubah wujud menjadi Keong Mas.
Sementara, Pangeran Raden In uterus mencari Putri
Candra Kirana yang mendadak hilang entah kemana. Namun, kabar dari Candra
Kirana pun tidak dapat ia dapatkan. Pangeran Raden Inu kertapati sangat yakin
bahwaCandra Kirana masih hidup. karena kenyakinan itu membuat Raden Inu tidak
berhenti mencari. Ia pun berjanji, tidak akan kembali ke kerajaan sebelum menemukan
tunangannya Candra Kirana.
Akhirnya, Penyihir jahat mengetahui bahwa Pangeran
Raden sedang mencari Candra Kirana. Ia mencari cara agar Pangeran tidak dapat
menemukan Candra Kirana. Ia pun menyamar menjadi seekor Burung Gagak.
Di tengah perjalanan, Raden Inu di kejutkan oleh
Burug Gagak yang dapat bicara. Burung Gagak tersebut mengetahui tujuannya.
Pangeran yang merasa senang dan menganggap Burung tersbut tahu dimana
keberadaan candra Kirana. Ia pun mengiikuti petunjuk yang di berikan Burung
Gagak. Padahal petunjuk jalan tersebut salah.
Pangeran Raden, mulai kebingungan dengan petunjuk
yang di berikan Burung Gagak. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan seorang
Kakek tua yang sedang kelaparan. Ia segera memberikan makanan. Ternyata, Kakek
tersebut adalah seorang Kakek yang sakti dan menolong Raden Inu dari Burung
Gagak. Kakek memukul Burung Gagak dengan tongkatnya dan tiba-tiba burung Gagak
berubah menjadi asap.
Kakek tersebut memberikan petunjuk jalan. Pangeran
Raden Inu Kertapati segeran menuju Desa Dadapan. Berhari-hari, ia menempuh
perjalanan. Namun, di tengah perjalanan bekalnya telah habis. Ia merasa sangat
kehausan . ia pun melihat sebuah Rumah dan segera menuju ke rumah tersebut. Ia
berniat untuk meminta segelas air. Namun, bukannya hanya air yang ia dapatkan.
Tetapi candra Kira yang ia cari. Ia melihat tunangannya dari jendela sedang
memasak.
Akhirnya, Pangeran Raden dapat menemukan Candra
Kirana. Ia merasa sangat senang. Begitu pula dengan Candra Kirana yang berhasil
menghilangkan kutukannya, apabila bertemu dengan tunangannya. Candra Kirana
menjadi gadis cantik jelita.
Raden Inu Kertapti segera membawa Candra Kirana ke
kerajaan Daha. Ia pun mengajak Nenek yang sudah menolongnya. Candra Kirana pun
menjelaskan perbuatan Dewi Galu selama ini kepada Baginda Raja. Akhirnya,
kejahatan Dewi Galu terbongkar.
Dewi Galuh mendapat hukuman atas perbuatannya itu.
Namun, karena maerasa takut akan hukuman. ia melarikan diri ke hutan. Sementara
Baginda minta maaf kepada Candra. Akhirnya, Pangeran Raden Inu dan Candra
Kirana memutuskan untuk menikah. Mereka hidup behagia.
Legenda
Jaka Tarub dan 7 Bidadari
Pada
jaman dahulu hidup seorang pemuda bernama Jaka Tarub di sebuah desa di daerah
Jawa Tengah. Ia tinggal bersama ibunya yang biasa dipanggil Mbok Milah. Ayahnya
sudah lama meninggal. Sehari hari Jaka Tarub dan Mbok Milah bertani padi di
sawah.
Pada
suatu malam, ditengah tidurnya yang lelap, Jaka Tarub bermimpi mendapat istri
seorang bidadari nan cantik jelita dari kayangan. Begitu terbangun dan
menyadari bahwa itu semua hanya mimpi, Jaka Tarub tersenyum sendiri.
Walaupun
demikian, mimpi indah barusan masih terbayang dalam ingatannya. Jaka Tarub
tidak dapat tidur lagi. Ia keluar dan duduk di ambengan depan rumahnya sambil
menatap bintang bintang di langit. Tak terasa ayam jantan berkokok tanda hari
sudah pagi.
Mbok
Milah yang baru terjaga menyadari kalau Jaka Tarub tidak ada di rumah. Begitu
ia melihat keluar jendela, dilihatnya anak semata wayangnya sedang melamun.
“Apa yang dilamunkan anakku itu”, pikir Mbok Milah. Ia menebak mungkin Jaka
Tarub sedang memikirkan untuk segera berumah tangga. Usianya sudah lebih dari
cukup. Teman teman sebayanyapun rata rata telah menikah. Pikirannya itu membuat
Mbok Milah berniat untuk membantu Jaka Tarub menemukan istri.
Siang
hari ketika Mbok Milah sedang berada di sawah, tiba tiba datang Pak Ranu
pemilik sawah sebelah menghampirinya. “Mbok Milah, mengapa anakmu sampai saat
ini belum menikah juga ?”, tanya Pak Ranu membuka percakapan. “Entahlah”, kata
Mbok Milah sambil mengingat kejadian tadi pagi. “Ada apa kau menanyakan itu Pak
Ranu ?”, tanya Mbok Milah. Ia sedikit heran kenapa Pak Ranu tertarik dengan
kehidupan pribadi anaknya. “Tidak apa apa Mbok Milah. Aku bermaksud menjodohkan
anakmu dengan anakku Laraswati”, jawab Pak Ranu.
Mbok
Milah terkejut mendengar niat Pak Ranu yang baru saja diutarakan. Ia sangat
senang. Laraswati adalah seorang gadis perparas cantik yang tutur katanya lemah
lembut. Ia yakin kalau Jaka Tarub mau menjadikan Laraswati sebagai istrinya. Walaupun
demikian Mbok Milah tidak ingin mendahului anaknya untuk mengambil keputusan.
Biar bagaimanapun ia menyadari kalau Jaka Tarub sudah dewasa dan mempunyai
keinginan sendiri. “Aku setuju Pak Ranu. Tapi sebaiknya kita bertanya dulu pada
anak kita masing masing”, kata Mbok Milah bijak. Pak Ranu mengangguk angguk. Ia
pikir apa yang dikatakan Mbok Milah benar adanya.
Hari
berganti hari. Mbok Milah belum juga menemukan waktu yang tepat untuk
membicarakan rencana perjodohan Jaka Tarub dan Laraswati. Ia takut Jaka Tarub
tersinggung. Mungkin juga Jaka Tarub telah memiliki calon istri yang belum
dikenalkan padanya. Lama kelamaan Mbok Milah lupa akan niatnya semula.
Jaka
Tarub adalah seorang pemuda yang sangat senang berburu. Ia juga seorang pemburu
yang handal. Keahliannya itu diperolehnya dari mendiang ayahnya. Jaka Tarub
seringkali diajak berburu oleh ayahnya sedari kecil. Pagi itu Jaka Tarub telah
siap berburu ke hutan. Busur, panah, pisau dan pedang telah disiapkannya. Iapun
pamit pada ibunya.
Mbok
Milah terlihat biasa biasa saja melepaskan kepergian Jaka Tarub. Ia berharap
anaknya itu akan membawa pulang seekor menjangan besar yang bisa mereka makan
beberapa hari ke depan. Tak lama kemudian Mbok Milah masuk ke kamarnya. Ia
bermaksud beristrihat sejenak sebelum berangkat ke sawah. Maklumlah, Mbok Milah
sudah tua.
Tak
memakan waktu lama di tengah hutan, Jaka tarub berhasil memanah seekor
menjangan. Hatinya senang. Segera saja ia memanggul menjangan itu dan bermaksud
segera pulang. Nasib sial rupanya datang menghampiri. Tengah asyik berjalan,
tiba tiba muncul seekor macan tutul di hadapan Jaka Tarub. Macan itu mengambil
ancang ancang untuk menyerang. Jaka tarub panik. Ia segera melepaskan menjangan
yang dipanggulnya dan mencabut pedang dari pinggangnya. Sang macan bergerak
sangat cepat. Ia segera menggigit menjangan itu dan membawanya pergi.
Jaka
Tarub terduduk lemas. Bukan hanya kaget atas peristiwa yang baru dialaminya,
iapun merasa heran. Baru kali ini nasibnya sesial ini. Hewan buruan sudah
ditangan malah dimangsa binatang buas. “Pertanda apa ini ?”, pikirnya. Jaka
Tarub segera menepis pikiran buruk yang melintas di benaknya. Setelah
beristirahat sejenak, ia segera berjalan lagi. Nasib sial belum mau
meninggalkan Jaka tarub. Setelah berjalan dan menunggu beberapa kali, tak
seekor hewan buruanpun yang melintas. Matahari makin meninggi. Jaka Tarub
merasa lapar. Tak ada bekal yang dibawanya karena ia memang yakin tak akan
selama ini berada di hutan. Akhirnya Jaka Tarub memutuskan untuk pulang walau
dengan tangan hampa.
Ketika
Jaka Tarub mulai memasuki desanya, ia heran melihat banyak orang yang berjalan
tergesa gesa menuju ke arah yang sama. Bahkan ada beberapa orang yang
berpapasan dengannya terlihat terkejut. Walaupun merasa heran Jaka Tarub enggan
untuk bertanya. Rasa lapar yang menderanya membuat Jaka Tarub ingin cepat cepat
sampai di rumah.
Jaka
Tarub tertegun memandang rumahnya yang sudah nampak dari kejauhan. Banyak orang
berkerumun di depan rumahnya. Bahkan orang orang yang tadi dilihatnya berjalan
tergesa gesa ternyata menuju ke rumahnya juga. “Ada apa ya ?”, pikirnya. Jaka
Tarub mulai tidak enak hati. Ia segera berlari menuju rumahnya.
“Ada apa ini ?”, tanya
Jaka Tarub setengah berteriak. Orang orang terkejut dan menoleh kearahnya. Pak
Ranu yang memang menunggu kedatangan Jaka Tarub sedari tadi langsung
menghampiri dan menepuk nepuk bahu Jaka Tarub. “Sabar nak..”, katanya sambil
membimbing Jaka Tarub memasuki rumah.
Mata
Jaka Tarub langsung tertuju pada sesosok tubuh yang terbujur kaku diatas dipan
di ruang tengah. Beberapa detik kemudian Jaka Tarub menyadari kalau ibunya
telah meninggal. Jaka Tarub tak sanggup menahan air mata. Inilah bukti atas
firasat buruk yang kurasakan sejak pagi, pikirnya.
Jaka
Tarub tak sanggup berbuat apa apa. Ia hanya termenung memandang wajah Mbok
Milah. Cerita Pak Ranu bahwa istrinya yang menemukan Mbok Milah telah meninggal
dunia dalam tidurnya tadi pagi tak dihiraukannya. Ia merenungi nasibnya yang
kini sebatang kara. Jaka Tarub juga menyesal belum memenuhi keinginan ibunya
melihat ia berumah tangga dan menimang cucu. Tapi semua tinggal kenangan. Kini
ibunya telah beristirahat dengan tenang.
Sepeninggal
ibunya, Jaka Tarub mengisi hari harinya dengan berburu. Hampir setiap hari ia
berburu ke hutan. Hasil buruannya selalu ia bagi bagikan ke tetangga. Hanya
dengan berburu, Jaka Tarub bisa melupakan kesedihannya.
Seperti
pagi itu, Jaka Tarub telah bersiap siap untuk berangkat berburu. Dengan santai
ia berjalan menuju Hutan Wanawasa karena hari masih pagi. Ketika sampai di
hutanpun Jaka tarub hanya menunggu hewan buruan lewat di depannya. Tak terasa
hari sudah siang. Tak satupun hewan buruan yang didapat Jaka Tarub. Ia justru
lebih banyak melamun. Karena rasa haus yang baru dirasakannya, Jaka Tarub
melangkahkan kakinya kea rah danau. Danau yang terletak di tengah Hutan
Wanawasa itu dikenal masyarakat sebagai Danau Toyawening.
Ketika
hampir sampai di danau itu, Jaka Tarub menghentikan langkah kakinya. Telinganya
menangkap suara gadis gadis yang sedang bersenda gurau. “Mungkin ini hanya
hayalanku saja”, pikirnya heran.”Mana mungkin ada gadis gadis bermain main di
tengah hutan belantara begini ?”. Dengan mengendap endap Jaka Tarub
melangkahkan kakinya lagi menuju Danau Toyawening. Suara tawa gadis gadis itu
makin jelas terdengar. Jaka Tarub mengintip dari balik pohon besar kearah
danau. Alangkah terkejutnya Jaka Tarub menyaksikan tujuh orang gadis cantik
sedang mandi di Danau Toyawening. Jantungnya berdegub makin kencang.
Jaka
Tarub memperhatikan satu satu gadis di danau itu. Semuanya berparas sangat
cantik. Dari percakapan mereka, Jaka Tarub tahu kalau tujuh orang gadis itu
adalah bidadari yang turun dari kayangan. “Apakah ini arti mimpiku waktu itu
?”, pikirnya senang.
Mata
Jaka Tarub melihat tumpukan pakaian bidadari di atas sebuah batu besar di
pinggir danau. Semua pakaian itu memiliki warna yang berbeda. “Jika aku
mengambil salah satu pakaian bidadari ini, tentu yang punya tidak akan dapat
kembali ke kayangan”, gumam Jaka Tarub. Wajahnya dihiasi senyum manakala
membayangkan sang bidadari yang bajunya ia curi akan bersedia menjadi istrinya.
Dengan
hati hati Jaka Tarub berjalan menghampiri tumpukan baju itu. Ia berjalan sangat
perlahan. Jika para bidadari itu menyadari kehadirannya, tentu semua rencananya
akan buyar. Jaka Tarub memilih baju berwarna merah. Setelah berhasil, Jaka
Tarub buru buru menyelinap ke balik semak semak.
Tiba
tiba seorang dari bidadari itu berkata “, Ayo kita pulang sekarang. Hari sudah
sore”. “Ya benar. Sebaiknya kita pulang sekarang sebelum matahari terbenam”,
tambah yang lain. Para bidadari itu keluar dari danau dan mengenakan pakaian
mereka masing masing.
“Dimana bajuku ?”,
teriak salah seorang bidadari. “Siapa yang mengambil bajuku ?”, tanyanya dengan
suara bergetar menahan tangis. “Dimana kau taruh bajumu Nawangwulan ?”, tanya
seorang bidadari kepadanya. “Disini. Sama dengan baju kalian..”, Nawangwulan
menjawab sambil menangis. Ia terlihat sangat panik. Tanpa bajunya, mana mungkin
ia bisa pulang ke Kayangan. Apalagi selendang yang dipakainya untuk terbang
ikut raib juga. Karena Nawangwulan tidak menemukan bajunya, ia segera masuk
kembali ke Danau Toyawening. Teman temannya yang lain membantu mencari baju
Nawangwulan. Usaha mereka sia sia karena baju Nawangwulan sudah dibawa pulang
Jaka Tarub ke rumahnya.
Akhirnya
seorang bidadari berkata “Nawangwulan, maafkan kami. Kami harus segera pulang ke
kayangan dan meninggalkanmu disini. Hari sudah menjelang sore”. Nawangwulan
tidak dapat berbuat apa apa.
Ia
hanya bisa mengangguk dan melambaikan tangan kepada keenam temannya yang
terbang perlahan meninggalkan Danau Toyawening. “Mungkin memang nasibku untuk
menjadi penghuni bumi”, pikir Nawangwulan sambil mencucurkan air mata.
Nawangwulan
kelihatan putus asa. Tiba tiba tanpa sadar ia berucap “Barangsiapa yang bisa
memberiku pakaian akan kujadikan saudara bila ia perempuan, tapi bila ia laki
laki akan kujadikan suamiku”. Jaka Tarub yang sedari tadi memperhatikan gerak
gerik Nawangwulan dari balik pohon tersenyum senang. “Akhirnya mimpiku menjadi
kenyataan”, pikirnya.
Jaka Tarub keluar dari
persembunyiannya dan berjalan kearah danau. Ia membawa baju mendiang ibunya
yang diambilnya ketika pulang tadi.
Jaka Tarub segera
meletakkan baju yang dibawanya diatas sebuah batu besar seraya berkata “Aku
Jaka Tarub. Aku membawakan pakaian yang kau butuhkan. Ambillah dan pakailah segera.
Hari sudah hampir malam”. Jaka Tarub meninggalkan Nawangwulan dan menunggu di
balik pohon besar tempatnya bersembunyi. Tak lama kemudian Nawangwulan datang
menemuinya. “Aku Nawangwulan. Aku bidadari dari kayangan yang tidak bisa
kembali kesana karena bajuku hilang”, kata Nawangwulan memperkenalkan diri. Ia
memenuhi kata kata yang diucapkannya tadi. Tanpa ragu Nawangwulan bersedia
menerima Jaka Tarub sebagai suaminya.
Hari
berganti hari, bulan berganti bulan, tak terasa rumah tangga Jaka Tarub dan
Nawangwulan telah dikaruniai seorang putri yang diberi nama Nawangsih. Tak
seorangpun penduduk desa yang mencurigai siapa sebenarnya Nawangwulan. Jaka
Tarub mengakui istrinya itu sebagai gadis yang berasal dari sebuah desa yang
jauh dari kampungnya.
Sejak
menikah dengan Nawangwulan, Jaka Tarub merasa sangat bahagia. Namun ada satu
hal yang mengganggu pikirannya selama ini. Jaka Tarub merasa heran mengapa padi
di lumbung mereka kelihatannya tidak berkurang walau dimasak setiap hari.
Lama
lama tumpukan padi itu semakin meninggi. Panen yang diperoleh secara teratur
membuat lumbung mereka hampir tak muat lagi menampungnya.
Pada
suatu pagi, Nawangwulan hendak mencuci ke sungai. Ia menitipkan Nawangsih pada
Jaka Tarub. Nawangwulan juga mengingatkan suaminya itu untuk tidak membuka
tutup kukusan nasi yang sedang dimasaknya. Ketika sedang asyik bermain dengan
Nawangsih yang saat itu berumur satu tahun, Jaka Tarub teringat akan nasi yang
sedang dimasak istrinya.
Karena
terasa sudah lama, Jaka Tarub hendak melihat apakah nasi itu sudah matang.
Tanpa sadar Jaka Tarub membuka kukusan nasi itu. Ia lupa akan pesan
Nawangwulan.
Betapa
terkejutnya Jaka Tarub demi melihat isi kukusan itu. Nawangwulan hanya memasak
setangkai padi. Ia langsung teringat akan persediaan padi mereka yang semakin
lama semakin banyak. Terjawab sudah pertanyaannya selama ini.
Nawangwulan
yang rupanya telah sampai di rumah menatap marah kepada suaminya di pintu
dapur. “Kenapa kau melanggar pesanku Mas ?”, tanyanya berang. Jaka Tarub tidak
bisa menjawab. Ia hanya terdiam. “Hilanglah sudah kesaktianku untuk merubah
setangkai padi menjadi sebakul nasi”, lanjut Nawangwulan. “Mulai sekarang aku
harus menumbuk padi untuk kita masak. Karena itu Mas harus menyediakan lesung
untukku”.
Jaka
Tarub menyesali perbuatannya. Tapi apa mau dikata, semua sudah terlambat. Mulai
hari itu Nawangwulan selalu menumbuk padi untuk dimasak. Mulailah terlihat
persediaan padi mereka semakin lama semakin menipis. Bahkan sekarang padi itu
sudah tinggal tersisa di dasar lumbung.
Seperti
biasa pagi itu Nawangwulan ke lumbung yang terletak di halaman belakang untuk
mengambil padi. Ketika sedang menarik batang batang padi yang tersisa sedikit
itu, Nawangwulan merasa tangannya memegang sesuatu yang lembut.
Karena
penasaran, Nawangwulan terus menarik benda itu. Wajah Nawangwulan seketika
pucat pasi menatap benda yang baru saja berhasil diraihnya. Baju bidadari dan
selendangnya yang berwarna merah.. !! Bermacam perasaan berkecamuk di hatinya.
Nawangwulan merasa dirinya ditipu oleh Jaka Tarub yang sekarang telah menjadi
suaminya.
Ia sama sekali tidak
menyangka ternyata orang yang tega mencuri bajunya adalah Jaka Tarub. Segera
saja keinginan yang tidak pernah hilang dari hatinya menjadi begitu kuat.
Nawangwulan ingin pulang ke asalnya, kayangan. Sore hari ketika Jaka Tarub
kembali ke rumahnya, ia tidak mendapati Nawangwulan dan anak mereka Nawangsih.
Jaka Tarub mencari sambil berteriak memanggil Nawangwulan, yang dicari tak jua
menjawab.
Saat
itu matahari sudah mulai tenggelam. Tiba tiba Jaka Tarub yang sedang berdiri di
halaman rumah melihat sesuatu melayang menuju ke arahnya. Dia mengamatinya
sesaat.
Jaka
Tarub terpana. Beberapa saat kemudian ia mengenali ternyata yang dilihatnya
adalah Nawangwulan yang menggendong Nawangsih. Nawangwulan terlihat sangat
cantik dengan baju bidadari lengkap dengan selendangnya.
Jaka Tarub merasa
dirinya gemetar. Ia sama sekali tidak menyangka kalau Nawangwulan berhasil
menemukan kembali baju bidadarinya. Hal ini berarti rahasianya telah
terbongkar.
“Kenapa kau tega
melakukan ini padaku Jaka Tarub ?”, tanya Nawangwulan dengan nada sedih.
“Maafkan aku Nawangwulan”, hanya itu kata kata yang sanggup diucapkan Jaka
Tarub. Ia terlihat sangat menyesal. Nawangwulan dapat merasakan betapa Jaka Tarub
tidak berdaya di hadapannya.
“Sekarang kau harus
menanggung akibat perbuatanmu Jaka Tarub”, kata Nawangwulan. “Aku akan kembali
ke kayangan karena sesungguhnya aku ini seorang bidadari. Tempatku bukan
disini”, lanjutnya. Jaka Tarub tidak menjawab. Ia pasrah akan keputusan
Nawangwulan.
“Kau harus mengasuh
Nawangsih sendiri. Mulai saat ini kita bukan suami istri lagi”, kata
Nawangwulan tegas. Ia menyerahkan Nawangsih ke pelukan Jaka Tarub. Anak kecil
itu masih tertidur lelap. Ia tidak sadar bahwa sebentar lagi ibunya akan
meninggalkan dirinya.
“Betapapun salahmu
padaku Jaka Tarub, Nawangsih tetaplah anakku. Jika ia ingin bertemu denganku
suatu saat nanti, bakarlah batang padi, maka aku akan turun menemuinya”, tutur
Nawangwulan sambil menatap wajah Nawangsih. “Hanya satu syaratnya, kau tidak
boleh bersama Nawangsih ketika aku menemuinya. Biarkan ia seorang diri di dekat
batang padi yang dibakar”, lanjut Nawangwulan.
Jaka
Tarub menahan kesedihannya dengan sangat. Ia ingin terlihat tegar. Setelah Jaka
Tarub menyatakan kesanggupannya untuk tidak bertemu lagi dengan Nawangwulan,
sang bidadaripun terbang meninggalkan dirinya dan Nawangsih.
Jaka
Tarub hanya sanggup menatap kepergian Nawangwulan sambil mendekap Nawangsih.
Sungguh kesalahannya tidak termaafkan. Tiada hal lain yang dapat dilakukannya
saat ini selain merawat Nawangsih dengan baik seperti pesan Nawangwulan.
Nyi Roro Kidul
Pada zaman dahulu, tepat di daerah Jawa Barat.
Terdapat sebuah Kerajaan bernama Pakuan Pajajaran. Kerajaan tersebut di pimpin
oleh seorang Raja yang sangat bijaksana dan arif. Rakyat dibawah kekuasaanya
sangat bahagia dan menghormati sang raja karena kepemimpinannya membuat hidup
para rakyat sejahtera. Raja tersebut bernama Raja Prabu Siliwangi. Sang Prabu
mempunyai cukup banyak anak, salah satunya bernama Putri Kandita. Ia adalah
seorang gadis yang sangat cantik jelita, baik hati dan memiliki sifat yang sama
seperti Ayahnya. Sang Prabu Siliwangi sangat menyayangi Putri Kandita, dan
Seiring bertambahkan usia, putri Kandita semakin memiliki paras yang cantik dan
area ia merupakan anak tunggal maka ialah sang calon pewaris tahta raja Prabu Siliwangi
kelak.
Mendengar keinginan Prabu Siliwangi untuk menjadikan
Putri Kandita sebagai penerus tahta para
Selir dan anak-anaknya tidak setuju. Mereka tidak rela jika Putri Kandita yang
akan menjadi Ratu kelak.
Suatu hari, para Selir dan anak-anaknya berkumpul
untuk merencanakan siasat jahat untuk menyingkirkan Putri Kandita dan ibunya
keluar dari Istana. Untuk melancarkan rencananya mereka meminta bantuan kepada
seorang penyihir sakti yang tiggal di sebuah desa terpencil, yang memiliki berbagai macam ilmu hitam .
Suatu hari, Tanpa sepengetahuan raja, para selir dan
anaknya mendatangi Penyihir tersebut dan dengan memberikan imbalan yang diminta
sang Penyihir, selir dan anaknya ingin putri Kandita serta permaisurinya diberi
kutukan agar tidak menjadi pewaris tahta sang raja.
Tanpa menunggu lama, sang Penyihir melaksanakan
tugasnya. Dengan ilmu hitam ia menyihir Putri Kandita dan Ibunya agar menderita
penyakita Kusta. Suatu hari, ketika
bangun dari tidurnya Putri Kandita dan Ibunya berubah menjadi buruk rupa, Tubuh
yang awalnya mulus, bersih dan kuning langsat seketika langsung berubah, tubuh
keduanya di penuhi dengan borok dan mengeluarkan bau yang tidak sedap.
Putri Kandita dan sang permaisuri mengidap penyakit
kusta yang tak kunjung sembuh. Prabu Siliwangi yang merasa heran melihat
penyakit aneh pada kedua orang kesayangannya itu langsung memanggil tabib
istana untuk melakukan pengobatan. Tetapi setelah dicoba dengan berbagai macam
ramuan, sang tabib istana tetap tidak dapat menyembuhkan mereka.
Penyakit Putri Kandita dan ibundanya bertambah
parah. Tubuh mereka semakin lemah karena tidak dapat mencerna makanan dan
minuman. Putri Kandita yang masih muda dapat bertahan menghadapi penyakit yang
dideritanya. Namun, Sang ibunda yang sudah tua ternyata tidak dapat bertahan
hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhir.
Putri Kandita dan raja sangat terpukul dengan
meninggalnya permaisuri. Selama berhari-hari, Raja Prabu Siliwangi termenung
sendirian, ia merasa sangat sedih karena
orang yang paling di cintainya sudah meninggalkan dunia terlebih dahulu. Namun,
sang Prabu pun merasa sangat sangat terpikul melihat kondisi Putri Kandita yang
tidak menunjukkan tanda-tanda kesembuhannya. Ia merasa sangat cemas karena
Putri Kandita yang akan menggantikan meneruskan tahta Kerajaan.
Suatu hari, para Selir dan anak-anaknya datang
menemui Raja untuk menghasut agar Putri Kandita di usir. Awalnya, Raja menolak.
Namun, karena takut penyakitnya menular dengan terpaksa Prabu Siliwangi
menyetujui usulan tersebut.
Tanpa sepengetahuan Raja, Selir dan
Saudara-saudaranya. Putri Kandita yang mendengar pembicaraan tersebut sangat
kecewa dan ia memutuskan untuk melarikan diri dari istana. Dalam suasana hati
yang sedih, bingung, dan tidak menentu Putri Kandita berjalan keluar dari
istana tanpa tujuan yang pasti.
Selama berhari-hari ia berjalan tanpa arah hingga
akhirnya tiba di pesisir pantai selatan Pulau Jawa yang memiliki banyak batu
karang dan ombak besar. Di salah satu batu karang itu dia kemudian beristirahat
hingga akhirnya tertidur karena kelelahan. Dalam tidurnya, Putri Kandita
bermimpi mendengar sebuah suara gaib yang menyuruhnya menceburkan diri ke laut
agar penyakitnya sembuh dan sehat seperti sediakala.
"Ceburkanlah
dirimu ke dalam laut, Putri Kandita, jika kamu ingin sembuh dari penyakitmu.
Kulitmu akan mulus seperti sedia kala."
Putri Kandita pun terbangun dari tidurnya. Ia lalu
merenung meresapi kata-kata gaib tersebut karena ragu apakah suara itu
merupakan sebuah wangsit atau hanya orang iseng yang membisiki saat dia
tertidur. Tetapi setelah melihat sekeliling, sejauh mata memandang yang ada
hanyalah hamparan pasir putih beserta ombak bergulung-gulung di sekitarnya.
Oleh karena itu, yakinlah Putri Kandita bahwa suara gaib tadi merupakan sebuah
wangsit yang harus dia laksanakan demi kesembuhan dirinya.
Meyakini bahwa suara itu sebuah wangsit, Putri
Kandita segera melakukan yang diperintahkan. Sangat ajaib! Ketika menyentuh air, seluruh tubuh
Putri Kandita yang dihinggapi borok berangsur-angsur hilang dan menjadi mulus
kembali.
Kesembuhan Putri Kandita tidak membuatnya kembali ke istana. Dia lebih
memilih untuk menetap di pantai selatan dan berbaur dengan penduduk sekitar
yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan.
Sejak tinggal disana, Putri Kandita sangat terkenal
karena kecantikan yang ia miliki. Banyak Pangeran dari berbagai kerajaan datang
untuk melamarnya. Namun, dari sekian banyak yang melamarnya Putri Kandita sama
sekali tidak tertarik. Sebagian dari mereka mundur karena Putri Kandita
mengajukan syarat yang sangat sulit. Salah satu syaratnya adalah mengadu
kesaktianya di atas gelombang pantai laut. Namun, sebagian dari mereka yang
menerima syarat.
Ternyata, dari sekian banyak lelaki yang beradu
kesaktian, tak seorang pun mampu mengalahkan Putri Kandita. Mereka akhirnya menjadi
pengikut setia yang selalu mengawal Sang Putri ke mana pun dia pergi. Sejak itulah, Putri Kandita dikenal sebagai
Ratu Penguasa Laut Selatan Pulau Jawa yaitu Nyai Roro Kidul.
Ande Ande Lumut
Pada zaman dahulu, ada sebuah Kerajaan besar yang
bernama Kerajaan Kahuripan. Namun, untuk mencegah perang persaudaraan Kerajaan
Kahuripan di bagi menjadi dua Kerajaan, yaitu Kerajaan Kediri dan Kerajaan
Jenggala. Suatu hari sebelum Raja Erlangga meninggal, ia berpesan untuk
menyatukan kembali kedua Kerajaan tersebut.
Akhirnya, kedua Kerajaan tersebut bersepakat untuk
menyatukan kedua Kerajaan, dengan cara menikahkan Pangeran dari Kerajaan
Jenggala, yaitu Raden Panji Asmarabangun. Dengan Putri cantik Dewi Sekartaji
dari Kerajaan Kediri.
Namun, keputusan untuk menikahkan Pangeran Raden
Panji Asmarabangun dengan Putri Sekartaji, di tentang oleh Ibu Tiri Putri
Sekartaji. Karena Istri kedua dari kerajaan Kediri menginginkan Putri
kandungnya sendiri yang menjadi Ratu Jenggala. Akhirnya, ia merencanakan untuk
menculik dan menyembunyikan Putri Sekartaji dan ibu kandungnya.
Suatu hari, Raden Panji datang ke Kerajaan Kediri
untuk menikah dengan Dewi Sekartaji. Namun, Putri Sekartaji sudah menghilang.
Mengetahui hal itu Pangeran Panji sangat kecewa. Namun, Ibu tiri Putri
Sekartaji membujuknya untuk tetap melangsungkan pernikahan tersebut. Putri
Sekartaji di gantikan dengan Putri kandungnya Intan Sari. Namun, Pangeran
langsung menolak usulan tersebut.
Karena sangat kecewa, Pangeran Panji memutuskan
untuk mencari Putri Sekar dan Ibunya. Ia akhirnya mengganti namanya menjadi
Ande-ande Lumut. Suatu hari, ia menolong seorang Nenek yang sedang kesusahan
yang bernama Mbok Randa. Akhirnya, mbok Randa mengangkatnya sebagai anak angkat
dan tinggal dirumah Mbok Randa.
Suatu hari, Ande-ande Lumut meminta ibu angkatnya
untuk mengumumkan bahwa ia sedang mencari calon istri. Banyak gadis-gadis desa
di sekitar desa Dadapan untuk bertemu dan melamar Ande-ande Lumut. Namun, tidak
seorangpun yang ia terima untuk di jadikan istrinya.
Sementara, Putri Sekar dan ibunya Candrawulan
berhasil membebaskan diri dari sekapan ibu tirinya. Mereka pun mengirimkan
pesan melalui Burung Merpati untuk di sampai kepada Raja dari Kerajaan Kediri.
Mengetahui bahwa Putri Sekar dan Ibunya mengirimkan surat. Intan Sari dan
Ibunya segera melarikan diri.
Putri Sekar sangat senang dan berniat untuk bertemu
dengan Pangeran Panji. Namun, ia pun kecewa karena Pangeran Panji sudah pergi
berkelana. Ia pun memutuskan untuk berkelana juga untuk mencari Pangeran Panji.
Suatu hari, ketika Putri Sekar tiba di rumah seorang
janda yang mempunya tiga anak gadis cantik. Nama ke tiga Janda tersebut adalah,
Klenting Merah, Kelentin Biru dan Klenting Ijo. Akhirnya, Putri Sekar pun
mengganti namanya menjadi Klenting Kuning.
Mendengar berita yang bersumber dan desa Dadapan
kabar itu menyebutkan jika Mbok Randa mempunyai anak angkat, seorang pemuda
yang sangat tampan wajahnya_ Ande-ande Lumut namanya. Ketampanan Ande-ande
Lumut sangat terkenal menjadi buah bibir dimana-rnana. Banyak gadis yang datang
ke desa Dadapan untuk melamar anak angkat Mbok Randa itu.
Kabar tentang Ande-ande Lumut sedang mencari Istri
terdengar oleh ke ke empat gadis cantik tersebut. Akhirnya, Janda tersebut
menyuruh anak-anaknya untuk pergi menemui Ande-Ande Lumut.
Suatu hari, mereka segera berangkat. Namun, mereka
hanya pergi bertiga karena Klenting Kuning mempunyai pekerjaan rumah yang belum
selesai. Mereka bertiga saling mendahului agar terpilih oleh Ande-ande Lumut.
Namun, di tengah perjalanan mereka sangat kebingungan karena harus menyebrang
sungai. Di tengah kebingungan tersebut. Tiba-tiba, muncullah. Pemuda bernama
Yuyu Kakang. Ia menawarkan untuk mengantarkan mereka menyebrang. Tapi, Yuyu Kakang
mengajukan satu syarat. ‘’ Jika sudah menyebrangkan kalian, maka perbolehkan
aku untuk mencium kalian bertiga’’ pada awalnya mereka menolak. Namun, karena
itu jalan satu-satunya mereka pun terpaksa menyetujui persyaratan tersebut.
Sesampainya di rumah mbok Randa, mereka langsung
memperkenalkan diri satu persatu. Melihat kedatangn ketiga gadis cantik
tersebut, ia segera memanggil Ande-ande Lumut. Namun, ia langsung menolak
ketiga gadis tersebut.
Sementara itu, setelah menyelesaikan pekerjaannya
Kleting Kuning. Kleting Kuning pun juga berniat datang ke desa Dadapan Untuk
bertemu dengan Ande-ande Lumut. Keinginan itu disarnpaikannya kepada ibu
angkatnya. Kleting Kuning berangkat menyusul ketiga Kleting lainnya. Tibalah ia
di tepi sungai. Ia pun merasa kebingungan untuk menyebrang. Namun, lagi-lagi
Yuyu Kangkang datang menawarkan bantuannya. Sama seperti ketiga Klenting
setelah di sebrangkan Klenting Kuning harus bersedia untuk di cium. Klenring
Kuning pun segera naik ke punggung Yuyu Kangkang.
Setelah mereka tiba di seberang, Kleting Kuning
langsung membuka kotoran ayam yang dibungkus daun pisang. Ia mengoleskannya
pada kedua pipinya. Yuyu Kangkang kemudian menagih janji. Kleting Kuning segera
memasang pipinya yang diolesi kotoran ayam. Yuyu Kakang pun marah dan
menyuruhnya segera pergi.
Ande-ande Lumut menolak ke tiga Klenting karena
telah di cium oleh Yuyu Kangkang. Tiba-tiba, Ande-ande Lumut sangat terkejut
ketika melihat kedatangan Klenting Kuning. Mbok Randa sangat heran melihat
sikap anak angkatnya. Banyak gadis-gadis cantik yang datang untuk melamarnya.
Namun, ia tolak dengan berbagai alasan. Tapi, melihat Klenting Kuning yang
berpakaian sangat kumal dan badannya yang sangat bau malah di sambut dengan
wajah bahagia dan berseri-seri.
Akhirnya, Mbok Randa pun terdiam. Ia mengikuti
Ande-Ande Lumut menemui gadis itu. Sementar, Kleting Kuning terkejut sekali
melihat Ande-Ande Lumut adalah tunangannya, Raden Panji Asmarabangun.
Akhirnya, di depan semua orang, Klenting Kuning
langsung mengubah diri menjadi Putri Sekartaji. Semua orang sangat terkejut
melihat sosoknya yang sangat cantik. Ketiga kakak angkatnya pun sangat terkejut
ketika mengetahui jika sosok yang selama itu mereka perlakukan dengan tidak
baik itu ternyata Putri Sekartaji.
Tak lama kemudian, mereka di kejutkan oleh Ande-ande
Lumut yang membuka dirinya. Ia tidak lain adalah Pangeran Raden Panji. Kedua
sejoli tersebut sangat bahagia karena dapat bertemu kembali. Akhirnya, Raden
Panji langsung membawa Putri Sekar dan ibu angkatnya Mbok Randa ke Kerajaan
Jenggala. Mereka pun segera melangsungkan pernikahan.
Akhirnya
Kerajaan Kediri dan Kerajaan Jenggala dapat bersatu kembali.